Depot Iqro As-Salam: Hikmah Perjalanan Ilmiah oleh DR . Hasan Basri Tanjung

Hikmah Perjalanan Ilmiah oleh DR . Hasan Basri Tanjung

Saya tertarik menulis kembali tulisan DR. Hasan Basri Tanjung di kolom Hikmah harian Republika tanggal 26, Januari 2018. Kita bisa mengambil banyak pelajaran sebagai seorang pendidik

Ada 4 hikmah yang beliau tulis terkait Perjalanan Ilmiah.
1. Menghargai ilmu.
2. Imu dan adab.
3. Ikhlas dalam amal.
4. Guru bukan tukang.





Pertama : Menghargai ilmu. Menarik perhatian kami saat menghadiri kajian Islam di CASIS. Ruangan seperti bioskop itu dipenuhi lebih dari 300 orang pecinta ilmu dari bebragai negara dan kalangan. Selama dua jam lebih tidak seorangpun peserta meninggalkan ruangan. Bahkan tak terdengar bunyi dering HP atau suara gaduh. Semua antusias mendengar paparan Prof Wan Daud yang bersahaja.

Kedua : Ilmu dan adab. Persoalan manusia saat ini adalah hilangnya adab. Jika berilmu tak beradab akan hancur dan menghancurkan. Jika beradab tak berilmu mudah menerima kebenaran dan memperbaiki kesalahan. Mampu menempatkan atau memmperlakukan sesuatu sesuai tempat dan tujuan. Seperti adab kepada guru, yakni ikhlas menerima pengajaran dan bangga menyebutnya di depan orang.

Ketiga : Ikhlas dalam amal. Guru dan murid harus ikhlas yang dibingkai pandangan dunia tauhid. Keihklasan melahirkan kesungguhanan, kesabaran dan kejayaan. Sekiranya murid tinggal sedikit pun, seorang guru harus tetap ikhlas mendidiknya. Sebab bukan jumlah yang penting, melainkan kulaitasnya (QS 2 : 249). Seekor singa yang mengaum akan membuat ribuan binatang gemetar, walau ia hanya duduk di sarangnya.

Keempat : Guru bukan tukang. Guru yang hebat akan melahirkan murid yang hebat. Oleh karena itu seorang guru atau dosen harus terus meningkatkan keilmuan. Belajar tiada henti sepanjang hayat. Guru yang berhenti belajar seharusnya berhenti mengajar. Guru kilang yang bekerja sesuai standar operasional. Guru juga bukan tukang yang hanya mengulang-ulang pekerjaan karena benda benda yang tak punya rasa.

Kalau kita baca 4 hikmah tersebut rasanya sangat sesuai dengan gambaran pendidikan saat ini. Saya sebagai pengajar di sekolah dasar melihat anak-anak sudah berkurang dalam menghargai ilmu. Anak-anak terlalu hiperaktif tidak mampu mengendalikan diri. Hal seperti membuat emosi guru kadang meningkat. Barangkali berita-berita yang  mengabarkan banyak siswa yang dianiyaya guru karena penyebab sebenarnya murid itu sendiri yang kurang menghargai ilmu.

Tidak hanya kurang menghargai ilmu,  anak-anak sekarang kurang memiliki adab terhadap guru. Mereka kurang ikhlas menerima guru karena sering murid merasa bahagia kalau guru tidak hadir karena sakit atau kegiatan kantor.

Para penentu kebijakan pendidikan di Indonesia harus sadar bahwa sesungguhnya pendidikan itu tidak hanya meningkatkan kecerdasan akal saja. Pemerintah harus membuat perangkat kurikulum yang mengutamakan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menyadarkan para pelaku pendidikan. Semua semata hanya untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. Sehingga dimasa depan lahir pemimpin-pemimpin yang amanah. Tidak ada lagi korupsi dan perbuatan Amoral.

Baca juga
* Cara mengelola kelas yg beradab.
* Cara membuka kelas yg berkarakter 

Produk Pelengkap Kelas
* Iqro Peraga Klasikal
* Buku Prestasi Santri 

No comments:

Post a Comment

Untuk fast respond pemesanan hubungi CS 0821-3363-1419